Sumber : binmei-global.com
Penulis : Andono K
Biore.coe.undip.ac.id, Semarang – Tahukah anda? Warna biru merupakan warna paling langka yang terdapat di alam, dalam sejarahnya, bangsa mesir menciptakan warna Egyptian Blue sejak tahun 2,200 B.C, warna initerbuat dari batu kapur tanah yang dicampur dengan pasir dan mineral yang mengandung tembaga, seperti azurite atau perunggu, yang kemudian dipanaskan antara 1470 dan 1650 °F. Hasilnya adalah kaca biru buram yang kemudian harus dihancurkan dan dicampurkan dengan bahan pengental seperti putih telur untuk membuat cat atau glasir yang tahan lama. Metode ini banyak diterappkan hingga jaman kekaisaran Roma (332 B.C. – 395 A.D.), kemudian pada abad ke 14, Ultramarine digunakan dalam lukisan yang didapatkan dari Lapis Lazuli. Pada abad ke 18, Cobalt blue ditemukan dengan cara memanaskan cobalt dengan alumina hingga suhu 1200 oC. semua proses diatas didapatkan mineral dan proses penambangan terlebih dahulu. baru akhirnya pada abad yang sama ditemukan Prussian blue, yang merupakan hasil pigmen dari reaksi kimia garam Fe2+ dengan potassium ferrocyanide, baru kemudian dioksidasi. Namun metode-metode sebelumnya belum dapat menghasilkan warna biru yang aman untuk dikonsumsi, penemuan yang terdahulu mendapatkan pigmen warna biru dari Indigofera tinctoria, namun yield yang dihasilkan masih sedikit jika dibandingkan dengan luas lahan yang digunakan.
Dewasa ini, dengan perkembangan bioteknologi pada mikroalga. mikroalga dapat menghasilkan yield yang besar dengan lahan yang lebih sedikit. Telah ditemukan pengembangan pigmen Phycocyanin dari mikroalga, Phycocyanin adaalah pigmen protein kompleks yang menghasilkan warna biru gelap. Phycocyanin murni dapat diisolasi dari alga. Caranya dengan menggunakan sentrifugasi dan dimurnikan dengan ammonium sulfat atau kromatografi, kemudian sampel dibekukan dan dikeringkan.
Sejak tahun 1981, di jepang Dainippon Ink Chemicals (DIC Corporation) telah melakukan Kerjasama untuk membangun industri ini, perusahaan ini memiliki 180.000 m2 kolam kultivasi mikroalga. produksi mencapai 500 ton tiap tahunnya. kemudian di Cina, terdapat Qindao ZolanBio Co., Ltd. Perusahaan ini memiliki 7 kolam kultivasi dengan 1.000.000 m2 dan menghasilkan 1000 metric ton spirulina per tahun dan 150 metric ton chlorella per tahun. Di India ada Parry Nutraceutivals. Perusahaan ini memproduksi mikroalga dari kolam seluas 526091 m2 dan produknya telah berhasil dijual di lebih dari 40 negera di seluruh dunia.
Indonesia sendiri juga memiliki industri mikroalga, salah satu yang terbaik di Indonesia saat ini adalah PT. Algaepark Indonesia Mandiri. Saat ini sekolah Pascasarjana Universitas Diponegoro melalui program kedaireka yang diketuai Prof. Hadiyanto telah memasang kolam kultivasi mikroalga di KHDTK Wanadipa Undip dengan kapasitas kolam 15000 Liter. Dengan adanya kolam mikroalaga, diharapkan mahasiswa dan dosen dapat menggunakan fasilitas ini untuk mendukung industri mikroalga saat ini.